Skip to main content

Catatan Bulan Juni

CARA BERHARAP YANG SALAH

(Sebuah Kolaborasi Berdua)
Karya : - Rahmad Arisandi
             - Arti Rabiyatul

Aku tidak ingin berharap, tapi sayang harapan bukan lah sesuatu yang bisa di kendalikan, hati kadang tak ingin mendengarkan, terlebih itu adalah bunyi pikiran. Mereka kemudian berada dalam satu riing berdebat siapa yang benar, sayang dua-duanya berakhir lebam.

Aku tidak ingin berharap, namun lagi-lagi dunia menertawaiku dengan kalimat jahatnya, "Makan itu harapan," katanya puas.
Ya, harapanku kembali tumbuh di tengah-tengah keresahan. Hati kembali kalah oleh pikiran dalam perdebatan itu.

"Bodoh" begitu cibirnya, kenapa tak bisa mengendalikan bagian diri sendiri, lalu siapa yang akan kau kutuk kini?
Kau sendiri yang melukai, maka nikmati gerimismu di pipi.

Entah lah, kali ini apa yang akan aku terima dari harapan yang aku tumbuhkan sendiri. Apa kecewa lagi seperti sebelumnya, ataukah bahagia seperti yang ada dalam anganku. Ahh, kali ini resahku semakin jadi.

Tuhan salahkah jika ku jatuh hati? Salahkah jika aku mulai bermimpi?
Dia di sana membuat debar di dada, dia di sana membuat rona pipi berwarna jingga. Dan dia di sana pula menjadi ketakutan ku membuat bekas luka.
Aku, aku rapuh, seakan semua luruh. Aku, aku lemah, seakan rongga dalam dada di penuhi resah. Rabb bisakah ku minta dia saja yang ku jadikan rumah.

Aku memang egois, meminta pulangnya hanya pada rengkuhku. Padahal aku tahu sekenario semesta tak sesimpel. Takdir tak selalu sesuai dengan rencanaku.
Tuhan, aku memang egois, tapi kali ini bisakah Engkau mengabulkan permohonanku?

Atau apakah mungkin permintaanku terlalu banyak? awalnya aku meminta bahagia, selanjutnya aku meminta bahagia itu adalah kamu.
Aku tak tau diri memang menyukaimu dengan tak memperhitungkan seberapa banyak aku harus mempertaruhkan bagian hati yang luka, aku terlalu serakah menginginkan hanya bagian dariku yang membuat senyummu merekah.

Rabb, aku tau aku harusnya tak begini. Aku seharusnya bersyukur sudah di beri bahagia olehMu. Tapi aku malah melunjak, meminta padaMu hal yang mungkin bahkan aku tak tau itu yang terbaik untukku atau tidak.

Rabb, kini cara ku bahagia adalah menerima segala kehendakMu.
Menikmati apapun bentuk cinta yang tak mampu ku hitung satu persatu oleh jari jemariku.
Jika memang bukan dia yang Kau takdirkan sebagai pelengkap rusuk, maka berikan satu kesayanganMu sebagai pemacu detak.

Rahmad Arisandi | 13/06/2018

Comments

Popular posts from this blog

Doa dan Urusanku

bismillah.. assalamualaikum wr.wb selamat pagi semua.... sekarang hari senin, 27 februari 2017. sungguh pagi yang menyegarkan, embun pekat menyelimuti kota sarolangun. sepertinya akan cerah sekali hari ini, semoga. mengingat akhir-akhir ini hujan tak kunjung bosan mengguyur setiap jengkal tanah yang ada di sini. hari ini, aku akan melaksanakanUjian Kopetensi Keahlian (UKK). semoga saja apa yang sudah aku pelajari selama 3 tahun di SMK ini, dapat direalisasikan di Ujian ini. اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً “ Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa ” Ya Allah, permudahkanlah segala urusanku & diperlancarkan segala apa yang aku jalani hari ini, amin... sekiann... @rahmadarisandi

Kegelisahan di Akhir Masa SMA (END)

Akuu, namaku ari, sedang bernafas, sambil menulis dan mencoba mengingat  apa yang akan aku tulis disini, ini adalah ceritaku|sambil berfikir mengarahkan pandanganku ke sebelah kiri atas, nah aku ingat.. aku mau melanjutkan cerita tentang “Kegelisahan di Akhir Masa SMA”, lihat dan bacalah.. aku yakin, diantara kalian pasti pernah meraskan kegelisahan, yaa, inilah yang telah melanda hati dan pikiranku ketika aku memikirkannya, duluu waktu aku SMP aku juga pernah meraskan hal yang sama, tapi tak separah ini. Waktu itu pengetahuanku masih sangatlh sedikit tentang dunia luar, maksudku tentang dunia diluar duniaku di sini . Iyaa yang aku tau hanya sebatas Guruh Baru, itu nama desaku, tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan|tempat dimana orang tuaku tinggal, dan tempat bagi diriku belajar banyak tentang apa itu sebuah kasih sayang. Dulu, aku tidak pernah keluar-keluar, bahkan ketika aku menginjak masa SMP dulu, pengetahuanku tentang dunia luar pun masih sangat minim. Itula

Tentang Ikhlas (Hai Agustus)

Aku tersenyum tatkala malam mengajakku bercanda. Ia mambawaku pada episode lama tentang kau dan aku yang dulu pernah menjalani kisah berdua. Kini, semua itu telah menjadi abu, seperti api yang telah membakar kayu. Ternyata ini tak seberat yang pernah aku bayangkan. Melupakanmu tak sesusah yang pernah aku pikirkan. Aku hanya perlu sedikit ruang jeda, kemudian mendengarkan pesan dari semesta melalui sela-sela malam. Setelah itu proses perenungan-perenungan yang memang kadang terasa menyebalkan. Dan setelah pintu keikhlasan perlahan terbuka. Boom.... Semua kembali seperti sedia kala. Aku tak perlu lagi memikirkanmu secara membabibuta. Aku tak perlu lagi mengingatmu sebagai rasa sakit yang pernah mendera dada. Karena mengingatmu sebagai hal yang pernah indah membuat dadaku terasa lebih lega. Sekarang, aku telah menjadikanmu pergi yang aku syukuri. Sebab dengan keputusanmu yang memilih hilang, aku menemukan banyak pelajaran hidup di sepanjang perjalanan mengikhlaskanmu. Aku juga menem