Skip to main content

Daily Journal || Yogyakarta

Desingan kereta mulai mengecil, tatkala kupandangi gerimis dari jendala kereta yang mulai memeluk kota. Kota ini. Saat langkahku tepat di depan stasiun, secara sekilas mungkin ini tampak seperti kota-kota pada umumnnya. Namun, setelah melangkah lebih jauh ke jalan malioboro, ku pandangi lamat-lamat kembali kota ini.

Beberapa remaja dan mahasiswa yang sedang berpacaran. Walau hanya duduk dan memandangi kota, di temani secangkir kopi dan secarik senja. Aku rasa itu sudah sangat membuat mereka bahagia. Beberapa keluarga kecil, dengan buah hati mereka yang sedang imut-imutnya. Ada yang sedang belajar berjalan, ada yang sudah mulai lincah berlari kesana kemari. Ada yang baru bisa menunjuk-nunjuk dan bilang “Mamah,, paappah”. Duhh, indahnya. Ada juga sepasang orangtua yang sudah berada di usia senja. Namun masih betah berkunjung dan menikmati langit sore dan bisingnya taman yang ceria.

 Ramai tapi tidak terasa sesak.
Begitulah kesan pertama saat aku untuk pertama kali menyusuri kota ini lebih jauh.

 Ternyata benar apa yang orang-orang lain bilang. Jatuh cinta pada pandangan pertama di kota ini adalah hal yang wajar. Sebab tak ada alasan apapun untuk tidak jatuh cinta pada kota ini. bangunan-bangunan tua, kendaraan tradisonal seperti delman dan becak, orangnya yang ramah, seniman jalannan yang mengagumkan dengan musik tradisionalnya serta kerapian kotanya.

Kamu pasti bisa menebak ini kota mana.

-Yogyakarta..



Comments

Popular posts from this blog

Hidup dan impian

Assalamualaikum. Malem gays, apa kabs? Semoga selalu dalam lindunganNya ya. Langsung read lah :). Sesungguhnya hidup akan sia-sia tanpa adanya tujuan, hidup pula akan hampa tanpa impian. Banyak ilustrasi untuk menggambarkan sebuah kehidupan. Menurut ku hal itu wajar-wajar saja, mengingat setiap manusia itu punya karakternya masing-masing, dan masing-masing manusia pun punya cara tersendiri untuk mengambil pelajaran yang ia alami dari masa lalu. Contoh saja, ada yang menggambarkan kehidupan layaknya seperti sungai yang mengalir. Mungkin gambaran itu benar, tapi tak selamanya menjadi sebuah patokan. Hidup itu memang akan terus mengalir seperti sungai, sama dengan waktu yang akan terus berjalan dan berlalu. Tapi, sungai itu mengalir kebawah, tidak sama seperti manusia yang harus selalu naik ke atas. Maksudnya, dari perjalanan hidupnya setiap hari, setiap manusia harus terus belajar menjadi lebih baik, dan baik lagi. Kehidupan di dunia ini tidak sama seperti cerita-cerita di "No

3 unsur fotografi (threengle)

Sebelum kita mempelajari teknik-teknik fotografi, sebaiknya kita mengetahui apa unsur pembentuk dari fotografi tersebut. Dalam postingan aku sebelumnya, kita sudah mengetahui bahwa "Fotografi adalah seni dan penghasilan gambar dan cahaya pada objek/permukaan yang dipekakan". Nah, dari sini kita bisa menggaris bawahi, bahwa unsur fotografi ini sebenarnya tidak banyak. Menurut pendapat aku. Dari yang aku pelajari dari artikel-artikel yang ada di Internet. Ada 3 unsur pokok pembentuk fotografi ini. 1. Pencahayaan (lighting)    Ini adalah hal utama penentu hasil foto bagus atau tidaknya. Karena tanpa adanya cahaya. Pasti hasil foto itu gelap. Kenapa? Ini sudah termuat dalam prinsip kerja kamera. Prinsip kerja kamera adalah menangkap cahaya. Cahaya masuk ke kamera lewat lensa (Subjek dapat dilihat terlebih dahulu melalui view finder), difokuskan agar diterima oleh sensor cahaya yang memilah-milah cahaya berdasarkan komponennya. Informasi mengenai konsentrasi komponen cahaya in

Pertemuan Singkat

Seperti biasa, setiap sore menjelang Inara selalu menyiram tanaman di kebun bunga yang terletak di halaman depan rumahnya. tatkala, ia selalu saja tak lupa memegangi dengan lembut bunga-bunga yang sudah mulai merangkak layu. "hmm" inara bergumam, merasakan harumnya bunga-bunga di kebun itu. sinar senja sore dari balik-balik pohon di luar sana menambah ketenangan hati, angin pun tak lupa sesekali berhembus lambat namun terasa nikmat untuk tak lupa selalu saja membuat Rara ( Nama panggilan Inara) terenyuh merasakannya. Di tempat lain,  seorang pemuda berumur 23 Tahun sedang terburu-buru menembus waktu. Ia mengayuh sepedanya dengan kencang, melewati gang-gang kecil di komplek perumahan elit di daerah kota jambi. Namanya Gibran, seorang mahasiswa jurusan pertanian di salah satu universitas negeri di jambi. Ia harus secepatnya sampai ketempat kerja kalau tidak ingin di pecat. setidaknya sudah 2 kali teguran yang gibran terima dari perusahaan, padahal belum ada satu bulan gibran